Bertemu anggota dewan

Kesempatan itu akhirnya datang juga. Sudah lama saya menunggu-nunggu waktu bertemu dengan para anggota DPR yang terhormat. Saya sangat penasaran dengan justifikasi kunjungan kunjungan kerja mereka ke luar negeri. Akhirnya mereka datang juga ke Australia dalam sebuah kunjungan berlabel Kunjungan Kerja Panitia Kerja RUU Fakir Miskin. Kebetulan para utusan komisi 8 ini mau menyempatkan diri berdialog dengan para mahasiswa dan warga Indonesia yang bermukim di Melbourne. Sejumlah wacana telah beredar di kalangan mahasiswa di Melbourne, rata-rata bernada negatif, banyak yang merasa bahwa Kunjungan Kerja itu bahasa ilmiah nya jalan-jalan, samalah dengan studi banding ala banyak mahasiswa yang sebenarnya tak jauh jauh dari jalan-jalan. Sebenarnya Persatuan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) telah melayangkan surat terbuka ke DPR mempertanyakan kunjungan kerja ini, namun apa balasannya: kunjungan kerja ini telah lama direncanakan, sudah sulit untuk dibatalkan. (my first sigh, you'll have many sigh in this post)

Sehari sebelum dialog, Pak Kadir Karding (sang ketua rombongan) menyempatkan diri untuk berdiskusi via radio PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) dunia yang dipanel dengan wakil ketua PPIA, Dirgayuza Setiawan. Dari diskusi awal di radio ini, saya sudah menangkap banyak kejanggalan dalam kunjungan ini, meski pak Ketua Rombongan mengatakan bahwa kunjungan kali sangat produktif karena mereka bertemu dengan banyak pihak dan beroleh banyak masukan. Satu statament menarik dari beliau, "Saya dipilih oleh 70 ribu orang di dapil saya, dan tak satupun dari mereka yang protes tentang keberangkatan saya ke luar negeri". Well, are you sure Pak? Yakin, gak ada satupun yang protes dengan kunjungan Bapak ke luar negeri. 

Sabtu, acara dijadwalkan mulai pukul 18.00 waktu Melbourne. Saya yang sempat ketinggalan tram, telat 10 menit. Tapi syukurlah, acara belum dimulai. Saya menyempatkan sholat dan bercakap-cakap dengan beberapa kenalan. Hampir pukul 19.00, para anggota komisi VIII datang. Kami dipersilahkan untuk makan malam dulu, sebelum dialog dimulai. Yah mungkin dengan anggapan bahwa para mahasiswa ini tak akan banyak bertanya kalau sudah kenyang. Well, let's see.... 

musim gugur di Melbourne menyambut Panja RUU
Acara akhirnya dimulai dengan pembukaan oleh Pak Sapto Hadi dari Konsulat Jendral RI di Melbourne. Beliau menyampaikan profil penduduk Indonesia yang ada di Melbourne, serta beberapa event yang akan diadakan di Melbourne dalam waktu dekat. FYI, acara ini diliput radio PPIA dunia serta disebarluaskan live reportnya via twitter dengan hashtag DPRinMEL. Setelah itu, acara inti dimulai. Pak Kadir Karding membuka acara dengan memperkenalkan  anggota tim yang datang. Total ada 11 orang anggota komisi delapan plus 5 orang pendamping. Sesi perkenalan berlangsung hangat, Pak Kadir membawakannya dengan ramah dan menyenangkan. Pak Kadir lanjut menceritakan tentang misi mereka ke Australia. Beliau mengatakan bahwa anggota rombongan belum istirahat sejak memulai perjalanan dari Sydney. Dari penjelasan beliau, komisi VIII ternyata telah bertemu dengan beberapa pihak diantaranya Islamic Fahd School (untuk belajar penanganan sekolah swasta a.k.a madrasah dan sekolah agama lainnya), Asosiasi Muslim di Australia (untuk mendiskusikan multi-kulturalisme), Centrelink (salah satu institusi yang menangani suku Aborigin di Australia) serta dengan majlis ulama setempat (untuk mendiskusikan tentang sertifikasi halal). Pak Kadir juga menyayangkan semua media yang selalu menyalahkan anggota DPR. 

Selain itu Pak Karding juga memaparkan tentang RUU yang sedang digodok oleh Komisi VIII diantaranya RUU Fakir Miskin, RUU Kebebasan & Perlindungan beragam, RUU ZIS (Zakat Infaq Shadaqah), RUU Jaminan produk halal, RUU Keadilan dan kesetaraan gender, RUU Pendidikan yg dikelola masyarakat swasta. Alasan mereka memilih Australia adalah karena jaraknya dekat (cost effective), Australia memiliki struktur jaminan kesejahteraan sosial yang luar biasa dan sistem pendidikan swasta yang mumpuni. Saya manggut-manggut dan sedikit merasa bahwa kunjungan ini ternyata tak semubazir yang saya bayangkan, meski pertanyaan dasar saya belum bisa dijawab. 

Acara selanjutnya sesi tanya jawab. Tanya jawab direncanakan untuk 2 sesi. 3 penanya untuk sesi pertama dan 3 penanya untuk sesi selanjutnya. 
Sesi pertama: 
Pertanyaan pertama dari saudara Bagus, yang mengutarakan bahwa dana untuk kunjungan ini menurut berita adalah Rp 811 juta, yang jika dibagi dengan jumlah rombongan akan sama dengan Rp 50 juta perorang. Dengan jumlah seperti itu, sebenarnya dana yang digunakan jauh melebihi kebutuhan hidup selama seminggu di Australia. 
Pertanyaan Kedua, lupa nama penanyanya, menanyakan tentang pluralisme di Indonesia 
Pertanyaan Ketiga, saudara Dirgayuza, yang mempertanyakan betapa susahnya mengakses dan menghubungi anggota dewan terkait transparansi keberangkatan mereka ke Australia. Selain itu, Yuza juga mempertanyakan alasan mengapa mereka tidak mengunjungi kantong kantong fakir miskin di Northern Territory, malah ke Sydney, Canberra dan Melbourne. 

Melbourne Central Dome
Tibalah sesi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan: 
Saya bingung harus mulai menceritakan apa? Karena saya terus terang tidak bisa menangkap apapun dari jawaban-jawaban yang dikemukakan dari Bapak/Ibu kita yang terhormat ini. Salah seorang anggota dewan memberikan jawaban bahwa dana yang digunakan untuk perjalanan ini mendekati angka 811 juta seperti yang diberitakan, namun beliau enggan menyebutkan berapa... Apakah 1 Milyar, apakah 900 juta atau apakah 899 juta, we never know. Yah itulah yang kita sebut dengan transparansi. Pak Kadir juga membantah kalau anggota DPR sulit untuk dihubungi, menurut beliau hape nya aktif 24 jam dan setiap SMS pasti dibalas. Akhirnya ditantang oleh forum yang menanyakan langsung no hape beliau serta email addressnya. Beliau akhirnya menyampaikan no hape dan email nya yang ternyata menggunakan yahoo saudara saudara. 

Beberapa anggota lainnya juga berkesempatan memberikan pandangan mereka. Dan dimulailah perjalanan melelahkan itu. Salah seorang "curhat" tentang anggaran DPR yang cuma 3 persen dari anggaran APBN lengkap dengan penjelasan tentang tataran konseptual dan tataran praktis. (Pak, kalau tahu itu, kenapa mau jadi anggota DPR? Kalau mau anggaran nya hemat, yah jangan ke luar negeri mulu dong). Dilanjutkan dengan anggota lain yang merasa ada suasan kebatinan saat berada di Melbourne (Oh my Lord, kedengarannya seperti cenayang, yang pasti suasana kebatinan di ruangan dialog itu begitu menyeramkan). Selain itu kami mendapat pelajaran tambahan bahwa sebuah negara harus memiliki unsur legislatif dan eksekutif (Maaf Bu, kurang unsurnya, seharusnya tambah dengan yudikatif menurut trias politica, OMG itu kan pelajaran PMP kita, saya masih ingat kok Bu).  Pertanyaan kami yang sebenarnya sederhana membutuhkan jawaban yang sederhana. Namun, entah kenapa jawabannya jadi panjang dan bertele-tele. Sepertinya memang disengaja agar kita tidak punya waktu lagi untuk sesi kedua. Yuza segera memotong dan mengatakan bahwa waktu kita terbatas, dan menyarankan untuk segera lanjut ke sesi kedua. 

Apa yang terjadi kemudian? Para pemateri ini enggan untuk memulai sesi kedua dengan dalih kecapekan dan butuh istirahat. Kontan, mereka mendapatkan booooooo panjang dari hadirin. Yuza masih keukeuh meminta perpanjangan, dan akhirnya diluluskan. Ada satu pertanyaan dari rekan di Taiwan yang prihatin dengan image anggota dewan yang harus segera dipulihkan. Seorang teman saya, Andri ikut nyeletuk dan mempertanyakan skema apa yang akan digunakan untuk fakir miskin di Indonesia? Apa jawaban yang diperoleh Andri? Jawabannya adalah: kemiskinan itu ada 3 level yakni mendekati misskin, miskin dan fakir miskin (CMIIW) (Halooooooooooooooo Pak, itu bukan jawaban yang kami minta, teman kami bertanya tentanf SKEMA APA, bukan  klasifikasi fakir miskin, may day may day). 

Saya juga sempat memotong permbicaraan dan menanyakan, kalau memang ke Aussie cuman buat ketemuan, kenapa tidak pake teleconference saja biar lebih hemat anggaran. Apa jawab yang saya terima: "Wah itu susah teknisnya", kata pak Kadir. Saya balas lagi: "Gampang kok Pak,tinggal bikin akun". Ada juga yang nyeletuk "Mau gak pak diajarin pake skype, saya mau pak ngajarin". Hadirin makin antusias bertanya, namun para anggota Dewan ini mengatakan bahwa uneg uneg kami bisa disampaikan ke email komisi. Kami tidak puas, kami desak pertanyaan tentang alamat email komisi delapan. Aksi saling tunjuk anggota DPR pun berlangsung karena tak satupun yang ingat alamat email komisi delapan. Salah seorang staf ahli berdiri dan menyebutkan alamat email dengan lantang: 

"KOMISI DELAPAN AT YAHOO DOT COM" 

Kontan, seisi ruangan terbahak. WHAT? Tidak ada yang yang alamat dpr.go.id yah Pak. Kok Yahoo sih, gampang di hack dong.

Akhirnya pertemuan itu berakhir sedikit panas. Beberapa teman mencoba menulis email ke:
komisi8@yahoo.com 
komisiviii@yahoo.com
komisidelapan@yahoo.com

komisi8@yahoo.co.id
komisiviii@yahoo.co.id
komisidelapan@yahoo.co.id

apa yang terjadi? Semuanya bounce back, alamat emailnya gak ada yang benar. Jadi alamat email yang benar yang mana yah. Saya sih berpikir, mungkin alamat email nya yang benar adalah: k0M151d3L4P4n@yahoo.com  

Kejadian ini memang sudah bisa saya prediksi, saya cuman ingin membuktikan apa benar kata media. Jawabannya: kurang lebih benar. Semoga PPI PPI lain di seluruh dunia bisa berinisiatif mengawasi para anggota dewan kita yang melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Tentunya banyak jenis aksi yang bisa dilakukan dan tidak ada yang salah selama itu dilakukan dengan tertib dan sesuai aturan. Ada juga rekan PPI yang pernah menguntit anggota dewan yang shopping dan mempublikasikannya di media.

Semoga menjadi pembelajaran bagi semuanya. Semoga kunjungan kerja bisa lebih transparan, lebih bisa dipertanggungjawabkan dan lebih bisa memberi manfaat. Saatnya juga mempertimbangkan penggunakan teknologi informasi untuk mengumpulkan data tentang kebijakan di luar negeri. Saatnya belajar menggunakan skype atau mungkin yahoo messenger untuk teleconference, toh mereka mereka punya account yahoo kan?  Atau alih alih mengirim belasan orang ke luar negeri, kenapa nggak expert luar nya saja yang didatangkan ke Indonesia. 


Mungkin banyak yang bertanya, kenapa juga ada yang mau datang ke dialog seperti ini. Saya justru merasa harus datang karena dengan menyuarakan pendapat langsung di depan mereka, kegalauan setidak nya bisa disalurkan dan didengar meski mungkin tak ditanggapi. Ketimbang memaki tak jelas, alangkah lebih patutnya jika pendapat tersalurkan langsung mumpung para anggota dewannya berkunjung ke Melbourne. Doing one little action is better than doing nothing, CMIIW. Setidaknya mereka juga belajar bahwa mereka diawasi, dan perjalanan mereka ke Australia toh tetap mendapat tantangan keras dari para mahasiswa yang ada disini. At least, it is not a smooth journey for them. 

Bagi yang mau membaca evaluasi Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) tentang kunjungan PANJA Fakir Miskin silahkan berkunjung ke sini.


Ini hanya pendapat subjektif saya, silahkan beropini

Oh iya, baru saja Yuza sang wakil ketua PPIA, mengusulkan agar video dialog kami dimasukkan ke dalam postingan ini. Bagi yang penasaran, silahkan simak video berikut ini.


70 komentar
  1. menyebalkan memang lihat kunjungan anggota dewan yg seharusnya terhormat..buang2 duit aja. Yg penting jgn dikorup aja duitnya, pasti nyampe ke fakir miskin..*emosi*

    BalasHapus
  2. tapi syang DPR kunker ke LN tdk ada hasilny, hnya menghabiskan uang rakyat

    BalasHapus
  3. Reportase yg memikat Cipu. Liputan warga yg kritis dan mendalam yg memberikan gambaran bagaimana sesungguhnya efektifitas kunker DPR ke Luar Negeri yg tidak efektif. Thanks for share bro!

    BalasHapus
  4. saya setuju dengan pendapatnya mas di blog ini... masyarakat Indonesia (yang diluar negeri juga) pada umumnya harus selalu mengawasi dan mengkritisi tindakan2 ilegal para anggota dewan kita yang sangat terhormat (meskipun kehormatan sebenarnya di dapat dari penghargaan orang lain, bukan dari titel/jabatan) ...

    Semoga PPI - PPI di seluruh dunia dapat mengawasi dan juga menyalurkan berita2 seputar kunjungan kerja mereka di negara masing2...

    Once again, nice insights on what happened at the meeting and we can only pray for the best of our country, amidst the always 'mbulet' style of our Parliament members -_-

    BalasHapus
  5. Sepertinya para dewan yg terhormat kurang awas akan teknologi, sehingga punya tablet device pun dipakenya hanya untuk nonton film esek2.
    Saya bangga dengan teman2 di PPIA yg berani mempertanyakan, mengkritisi Aksi para dewan yg terhormat itu.
    Semoga di masa depan bila ada teman2 yg akhirnya mendarat di gedung MPR DPR, bisa merubah image anggota dewan yg juga mencerminkan image bangsa kita di mata dunia.

    BalasHapus
  6. Reportase yg menarik. Benar-benar peliputan yang aktual dan tak dikurangi satupun dari isi artikel ini. Saya berencana memposting isi artikel ini ke Jawa Pos, Tempo, dan Kompas, supaya dapat dimuat dalam suatu kolom di media massa tersebut.
    Mohon ijinnya, konfirmasi ke email pradhana2004@gmail.com

    BalasHapus
  7. Anggota Dewan yang terhormat tidak sensitif, kalo perlu sih dicantumin nama lengkap dan fraksinya, jadi ketika tahun selanjutnya kita mikir2 untuk mencotrengnya :D

    BalasHapus
  8. masa sih mereka susah teknis utk video conference? toh masing2 punya tablet kan... hihihi..

    kritis bgt cipu.. mungkin kalo saya ada disana, saya jg akan melakukan hal yg sama dgn mahasiswa laen. gue tanyaaa aja terus sampe mereka pura2 capek. dan utk menuliskannya disini (media), hal ini tergolong berani. masih teringat jaman dulu nggak ada kebebasan pers utk bercerita di media se-kritis ini.

    jadi teringat, kantor gw jg punya client orang2 DPR dan perilakunya tidak jauh dr yg diatas. untung waktu kerjain projek disitu, bukan gw konsultannya. kalau nggak, bisa2 nggak jalan 'tu projek, hahahaha.

    BalasHapus
  9. Wow, memang tulisan yang cukup berat dan serius ya Pu.

    Salut dengan sikap Cipu dan teman2 PPIA yang dari awal menolak kedatangan anggota DPR ke Aussie sampai memberondong mereka dengan pertanyaan.

    Salut juga untuk keberaniannya menulis postingan ini, mengkritisi hal-hal yang terlihat menyimpang plus membuat blogger lain ngeh dengan perjuangan PPI di negara orang untuk ikut serta mengawasi kinerja DPR.

    Rasanya aksi nyata seperti ini, yang membuka pengetahuan publik akan hal-hal yang terjadi di luar sana, lebih bermanfaat dibanding aksi demonstrasi mahasiswa yang cenderung berakhir ricuh.

    Seperti whistle blower, semoga apa yang dilakukan teman2 PPIA dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk dapat melakukan aksi nyata dalam mengawasi kinerja anggota pemerintahan.

    BalasHapus
  10. saya sudah kehabisan kata untuk mendeskripsikan betapa buruknya moral anggota dewan yang katanya terhormat itu

    BalasHapus
  11. mas, ada file rekamannya nggak?

    kalo ada, mohon bisa dishare. Biar makin jelas, siapa yang ngomong A, siapa yang ngomong B, apa partainya, daerah mana, dsb.

    terima kasih^^

    BalasHapus
  12. izin dishare pak, supaya anggota hewan kita bisa sadar.

    BalasHapus
  13. oh god..
    capedeeeeehhhh...
    dasar anggota hewan.. memalukan sekaleeee...ckckck

    BalasHapus
  14. anggota dpr, seperti biasa, jawabnya muter2 ga jelas...
    bangsa indonesia cuma bisa bergantung pada pemilu yg 5 tahun sekali buat nge-ganti anggota2 dpr ini, cuma balik lagi... ya mo gimana mau maju parlemennya, pemilu aja ditilep...

    BalasHapus
  15. udah bisa ketebak juga kaan dari awal tujuan kunker DPR komisi delapan itu apaan.. yah, buat saya sih klasik jawabannya.

    biasa, nggak nyambung. aturan dulu anggota DPR dibekali dengan cara menjawab pertanyaan yang benar, straight to the point.

    hemm.. entahlah, mungkin mereka bangga kali nghamburin duit rakyat.

    BalasHapus
  16. olalaaaa....
    dududududuu....

    kayanya kalo salah satu komisi delapan itu baca blog ini, mereka akan mengajukan anggaran baru buat pelatihan tele conference,ym dan skype.

    trus ntar bikin anggaran jalan2 lagi buat ngetes skype dan teleconferencenya bisa jalan nggak:D

    owalaaaaahhhh...
    untungnyaaaaa dulu aku golput, jadi ntar di akhir jaman ga bakal dimintai pertanggungjawaban karna sudah memilih orang2 itu...

    BalasHapus
  17. mas cipu, mohon ijin copas tulisannya yg DPR untuk di web kita ahok.org yah, jika keberatan bisa beritahu saya. terimakasih

    BalasHapus
  18. yang heran dana sebesar itu kenapa ada ya? dapat dari mana coba? sedangkan mau bangun sarana umum aja susahnya minta ampun.. coba dana sebesar gitu dipake buat merapikan sarana transportasi or apalah..jauh amat belajarnya ..terus 5 orang pendamping itu siapa ya? pacar? anak? istri? nggak jelas ...

    BalasHapus
  19. anjritt nih anggota DPR......makan tuh duit rakyat buat jalan2 ke luar negeri....
    buncit..buncit dah loe 7 turunan...wkwkwkwkwkwkwkwk

    BalasHapus
  20. terimakasih catatannya.
    ikut share ya.

    BalasHapus
  21. haduh . . . udah gak bisa ngomong deh liat kelakuan wakil rakyat . . . moga2 kedepannya yg jadi wakil rakyat itu bener2 yg layak untuk dihormati.

    BalasHapus
  22. Ga usah heran, SAMPAH di DPR itu banyak berasal dari partai2 yg KADERISASINYA GA JELAS seperti DEMOKRAT dll yg menggelebung ga jelas semata2 karna pengaruh/citra SBY... partai lainya ya karna banyak duit saja, otak ga ada!!!
    JADI INI SEMUA SALAH SIAPA?
    SALAH KITA YG MILIH JUGA KAN?

    tapi jangan pukul rata juga sih, kasihan yg bagus/kualified juga masih ada...tp sedikit kit kit...

    BalasHapus
  23. Terima kasih banyak bro udah share.
    Kalo DPR dalam bahasa Inggris jadi House of Representatives, kalo kita DPR jadi Dalang Penghancur Rakyat..

    Tinggal tunggu waktu untuk regime anggota2 DPR yang bobrok buat turun terpaksa..

    BalasHapus
  24. kunjungan anggota dewan yg keparat itu pasti ada gunanya. setidaknya kawan2 di sana makin tahu: betapa bodohnya mereka!

    *ngelus dada

    BalasHapus
  25. wow gw rasa kl elo ga kuliah disana gw brani jamin elo ga akan bisa berdialog dengan para anggota dewan itu ya tapi yaaa sepertinya kita harus kasih tepuk tangan yang paling meriah buat 'kepintaran' para anggota dewan yang (harusnya) dihormati itu ya

    BalasHapus
  26. Ijin ngeshare mas Cipu. Keren reportasenya ...

    BalasHapus
  27. salut atas laporan pandangan matanya mas Cipu.

    ayo teman2 kita kritisi & benahi kinerja DPR ini dengan memberikan masukan substantif ke RUU Penanganan Fakir Miskin.

    mencontoh anggaran pendidikan yg fixed 20%, bayangkan kalau ada anggaran yg fixed juga utk fakir miskin, say 10% aja, mungkin banyak rakyat kita yang terselamatkan.

    BalasHapus
  28. tuh makanya anggota dewan ga pro, harus diganti semua sama yang biar ngerti memanfaatkan dunia internet.. sayang banget kita masih ketinggalan, padahal banyak pengguna dunia maya masih muda² yang harus dikembangkan...

    masa email anggota dewan masih "komisi delapan add nyahoo dot kom" seharus anggota dewan punya official email yang terpercaya dari domain pemerintah, kalo pake add nyahoo dot si kokom... semua orang bisa pura² punya email anggota dewan....

    memalukan nama bangsa, seharusnya sesuatu yang bisa dihemat dari mesin teknologi malah mau capek capek ke aussie.. semakin miskin bangsa kita ini..

    BalasHapus
  29. very nice sharing....
    sepertinya masuk jadi anggota DPR harus lolos tes TPA, tes TOEFL, atau setidaknya minimal tes IP paling rendah 2,75...mau daftar beasiswa aja mati2an tesnya, mau lamar kerja jadi staf aja mati2an syaratnya..dan lagi, supaya anggota DPR itu nggak ngiler sama luar negeri. saya bisa membayangkan ketika dl belum pernah ke luar negeri, yg ada di pikiran saya adalah ngileeer pengin ke luar negeri, bela2in apply sana sini. nah, mungkin di bayangan anggota DPR ini adalah "wah mumpung bisa ke luar negeri", karena MEREKA BELUM PERNAH KELUAR NEGERI SAMA SEKALI. katrok

    terus menulis!

    BalasHapus
  30. luar biasa.. harus ditiru mahasiswa indonesia di seluruh dunia nih

    BalasHapus
  31. baik sekali reportasenya,...
    setelah dibanding banding dengan perjalan dinas yang pernah dilakukan didalam dan diluar negeri dan pemahaman tentang proses belajar jadi tersenyum - senyum sendiri.. barangkali ini memang pelajaran bagi bangsa ini, ibaratnya dengan diberi contoh terburuk, kita cepat belajar menemukan jalan yang lebih baik... sangat senang bahwa golongan menengah yang memiliki modal terutama knowledge sudah tergugah untuk mengamati dan bersikap tentang bagaimana seharusnya bangsa ini di representasikan ... tetap semangat dan cerdas

    BalasHapus
  32. cipu kenapa ga di record apa yang mereka bilang terus di posting ke you tube, siapa tau mereka bisa terkenal kaya briptu norman, atau justin biener... wkwkwkwkwkwkwkkwk

    BalasHapus
  33. nice one bro.. senang banget bisa ngelanjutin pendidikan ke australia dan akhirnya ngambil peran sebesar ini. salut!

    pertanyaan2nya bagus yang dilemparkan, tapi berita ini belum jadi topik hangat di tanah air, mungkin publikasinya bisa dibuat lebih bagus. terutama PPI, masih jarang didengar di masyarakat umum update2 beritanya..

    ide dari saya sih, apa mungkin dilakukan pendekatan ke radio lokal untuk PPI bisa dapat slot waktu di radio atau TV lokal untuk menyalurkan konten2 seperti ini. mngingat media elektronik saat ini sudah menjadi sarana penyebaran informasi yang sangat hebat di indonesia.

    BalasHapus
  34. ijin share d fb yha mas bro... :)

    BalasHapus
  35. utaminingtyazzzz3 Mei 2011 pukul 13.27

    setuju dengan mbak Wiwien. Mau cari beasiswa saja persyaratannya banyak, seharusnya intelegensia mereka terukur ya. hiks

    BalasHapus
  36. To all:

    Thanks for the comments. Tujuan penulisan postingan ini sebenarnya bukan untuk menjelek-jelekkan anggota dewan, tapi lebih karena saya merasa sayang saja, sayang duitnya. Padahal teknologi informasi sudah sedemikian canggih. TI bisa digunakan, murah yang dampaknya pasti pada penekanan biaya.

    Semoga para anggota dewan kita bisa lebih bijak dalam memutuskan sebuah KUNJUNGAN KERJA.

    BalasHapus
  37. Betul Sekali, Sayang DUIT-nya habis soal planning FAKE kaya gitu

    BalasHapus
  38. benar-benar GOBLOOOK. gak tau gw mau ngomong apa lagi

    BalasHapus
  39. Sepertinya yang menduduki pemerintahan harus orang2 yang paling tidak pernah study atau tinggal di luar negeri deh, biar jangan study banding mulu alasannya klu keluar negeri ^__^.

    BalasHapus
  40. thanks for sharing..
    sedih ngebacanya, gimana nasib negara kita kalo "wakil rakyat"nya gak ngewakilin rakyat?

    semoga gak jadi alesan buat bikin rencana ke US untuk "Kunjungan Kerja Studi Teknologi (dalam hal teleconference & skype)" :(

    BalasHapus
  41. Mas ada video full nya nggak selama diskusi bareng anggota DPR ndablek itu...kyknya seru deh kalo diupload juga...kirim juga ke media TV dll

    BalasHapus
  42. malu gw lyt videonya..
    jgn2 mereka jg gtw apa itu email

    BalasHapus
  43. ckckckckck... pada gaptek smua tuh ya? pdhl pny staff ahli..

    masa' bikin email aja "numpang" sm om yahoo???

    like it this email "k0M151d3L4P4n@yahoo.com " jangan2 yg reply email'nya 4L4y hahahahah!

    BalasHapus
  44. barusan baca detik.com
    ada berita soal ini :D

    http://www.detiknews.com/read/2011/05/04/164204/1632501/10/wah-soal-email-komisi-viii-dpr-jadi-lelucon-di-youtube?9911012

    BalasHapus
  45. Jujur, gw ga ngerti baca nya hahahaa....

    EH tapi ngomong2, ini acara yang bikin lu masuk metro TV bukan sih?

    BalasHapus
  46. ahhay..
    no comment ah..sudah terlalu banyak yg komen
    :D

    BalasHapus
  47. bubarkan dpr! ga penting!!!!

    nice posting, cipu... like this!
    (worship)

    BalasHapus
  48. thanks for taking time to enlighten us with this issue....cheers mate

    BalasHapus
  49. masuk MetroTV tuh mengenai kenapa tidak teleconf ajah hahaha... gokil!! macam Dowes Dekker lu Pu

    BalasHapus
  50. kayanya anggota DPR yang ke Melbourne itu pada gak tau apa yang dimaksud dengan email resmi..

    geleng-geleng kepala aja deh dari kemaren baca berita sana-sini tentang anggota2 DPR di Indonesia Raya... teerrrlaaalluuuu.....

    BalasHapus
  51. Mantap, Cipster, citizen journalism at its best! Keep 'em coming!

    BalasHapus
  52. cipu, gw sudah copy paste tulisan lo yg sebelumnya ttg mereka yg mengungsi. posting yg ini gw copy paste lagi ya, gw suka sekali baca blog lo. thx cipu :-)

    BalasHapus
  53. Hahahahahahaaa......mereka gak punya alamat email, gak ngerti makenya! Di laptop atau ipadnya cuma ada video bokep! Opppssssss....m

    Gw pernah baca buku ttg jurnal seorang treveler dr indonesia. Di eropa brand2 besar seperti.LV, gucci dan lain2 sgt senang dpt kunjungan "tamu2 kehormatan dr indonesia" khususnya pejabat dan isteri2nya. Tanya kenapa? Krena mrk klau beli tas LV bisa 60 biji dengan harga kisaran 60-80 juta sebiji. Alasannya buat oleh2 dikampung. Hhahhaahhaa.....pake duit siapa itu? Gajih mrk berapa duit emang ampe bisa beli tas segitu banyak.

    So cb tanya ke toko2 di australia, siapa tamu favorite mereka.

    Sinting!

    BalasHapus
  54. anggota DPR KAMPOONGAN! .... abiez...NORAK!

    BalasHapus
  55. alamat email "Hewan" www.komisikampoongnorak.com

    BalasHapus
  56. dr awal baca blog ini, kepikiran keknya sempet baca dimana ya? ternyata owh ternyata, dr retweet orang2 di Twitter. kewl!

    Cips, u did good :).

    -Jangtu-

    BalasHapus
  57. ya ampun cipu, baca paragraf awal aja rasanya udah mau nonjok. tau kan gimana kalo ibu2 kyk aku nonjok org? bah!

    sama cipu, kalo ada anggota dewan ke mesir, juga mereka gtuu. untung2 kalo mau dialog, biasanya seh menghindar. paling ketemuan resminya ama kbri doang, abis itu pigi nonton penari perut!

    ya ampunnnnn, makanya, kalo liat headline berita yg nyorot2 DPR, aduh, lgsung saya malas ke dapur jadinya hahah

    BalasHapus
  58. Cipu...

    Ternyata lo ya yang bikin geger hehehe.. gue mau share ke FB ah..

    Sekarang gue ngerti apa artinya "Anggota Dewan Terhormat", yang terhormat itu "Dewan"nya, anggota-nya mah belon tentu...

    Mulai sekarang gue gak mau lagi ikut pemilu, cuma memperbesar kemaluan aja...

    BalasHapus
  59. ternyata bang cipu saksi mata acara itu ya. hahaha...

    posting ini bakal jadi saksi sejarah betapa tertinggalnya anggota DPR dalam penguasaan teknologi informasi. :p

    BalasHapus
  60. sorry baru komen sekarang. dulu baca aja, gak sempat komen.
    begitu balik kesini, eeeeh yang komen sudah banyaaaaaaaaaaaak...

    tulisannya bagus sih reportasenya manteb....

    semoga PPI seluruh dunia mulai melakukan hal yang sama yaaa

    BalasHapus
  61. Saya selalu suka baca posting-an kamu yang ini ditambah dengan videonya....lebih lucu daripada OVJ sekalipun......hahahahahaha......Kenapa yah udah jelas salah malah berusaha berkelit jadi keliahatan kan begonya??

    BalasHapus
  62. anggota dewan skrg pinter pas kamnpanye doank

    BalasHapus
  63. Ternyata nggak kunjungan di sana maupun di sini sama aja kacaunya. Biasanya jawaban pamungkas mereka saat dicecar pertanyaan adalah: "Kalian sendiri kenapa tidak balik ke Indonesia? Sudah terlalu enak ya di luar?" atau "Jangan tanya apa yang bisa negara beri buat kalian tapi apa yang bisa kalian beri buat negara" Defensif dan nggak cerdas (baca: nggak ada substansi dan jago ngeles) belum lagi pernyataan di media massa di Indonesia yang ujung2xnya beda dengan yang terjadi di sini, kelihatan banget agenda politiknya dan bahwa kunjungan sering cuma jadi bahan justifikasi kalau mereka sudah melakukan cross-check.

    BalasHapus
  64. @Isti
    Sebagai anggota masyarakat sudah seharusnya kita terus memantau perilaku anggota dewan saat kunjungan kerja kemanapun, seperti pantauan yang telah dilakukan oleh blog ini.
    Saya mengapresiasi postingan ini

    BalasHapus